REAL ANDI.G: August 2017

Wednesday, August 23, 2017

“ Perubahan Sosial Yang Berdampak Perubahan Budaya Di Masyarakat Indonesia ”



Ilmu Budaya Dasar, Edi Fakhri


UNIVERSITAS GUNADARMA
2017


HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………..... i
DAFTAR ISI……...…………....……………………………..…………….....………..…. ii

Bab I               PENDAHULUAN
            1.1 Latar Belakang………………....………………………...….....………......…... 1
            1.2 Rumusan Masalah ....................……..……..…………….....………….............. 1
            1.3 Tujuan dan Manfaat..............................................................................................1

Bab II              PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perubahan Sosial......….……………….....………............................ 2
2.2 Definisi dan Pengertian Budaya............................................................................3

Bab III            DAMPAK SERTA STUDI KASUS PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA


3.1 Dampak dari Perubahan Sosial dan Budaya....................…………...…........…..6
3.2 Studi Kasus...........................................................................................................6

Bab IV            PENUTUP

            
4.1 Kesimpulan …………………...………………………………..….................….8

Daftar Pustaka..............................................................................................................9









BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi sebagai suatu variasi dari cara hidup yang telah diterima karena adanya perubahan kondisi geografi, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Perubahan Sosial dapat dikaitkan dengan perubahan budaya, karena nilai nilai budaya tidak pernah luput dari nilai nilai sosial manusia Indonesia. Indonesia terkenal dengan kaya akan budaya, dan Indonesia tidak dapat dilepas dengan budaya. Semakin perkembangannya zaman maka nilai nilai akan budaya juga mengalami perkembangan bahkan perubahan. Karena banyaknya perubahan perubahan sosial di Indonesia maka penulis akan meneliti tentang perubahan sosial yang terjadi di Indonesia yang berdampak perubahan budaya di Masyarakat.

1.2  Rumusan Masalah

Pengertian dari Perubahan Sosial Serta Budaya?

Apa Dampak Perubahan Sosial ?

Studi Kasus Perubahan Sosial Yang Berdampak Terhadap Budaya Di Masyarakat ?





1.3  Tujuan dan Manfaat

Tujuan       :

1.      Perubahan Sosial

2.      Mengetahui dampak dampak perubahan sosial


BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Pengertian Perubahan Sosial

Perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilaisikap-sikap sosial, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Definisi dan pengertian tentang perubahan sosial menurut para ahli diantaranya adalah sebagai berikut:
Gillin 
Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi sebagai suatu variasi dari cara hidup yang telah diterima karena adanya perubahan kondisi geografikebudayaan material, komposisi pendudukideologi, maupun adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
Emile Durkheim 
Perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari faktor-faktor ekologis dan demografis, yang mengubah kehidupan masyarakat dari kondisi tradisional yang diikat solidaritas mekanistik, ke dalam kondisi masyarakat modern yang diikat oleh solidaritas organistik.
Kingsley Davis 
Perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat[1]
Mac Iver 
Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial (social relation) atau perubahan terhadap keseimbangan (ekuilibrium) hubungan sosial
William F. Ogburn 
Perubahan sosial adalah perubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan baik material maupun immaterial yang menekankan adanya pengaruh besar dari unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial



Raja 
Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi suatu sistem sosial.
Tidak semua gejala-gejala sosial yang mengakibatkan perubahan dapat dikatakan sebagai perubahan sosial, gejala yang dapat mengakibatkan perubahan sosial memiliki ciri-ciri antara lain: 
  1. Setiap masyarakat tidak akan berhenti berkembang karena mereka mengalami perubahan baik lambat maupun cepat.
  2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya.
  3. Perubahan sosial yang cepat dapat mengakibatkan terjadinya disorganisasi yang bersifat sementara sebagai proses penyesuaian diri.
  4. Perubahan tidak dibatasi oleh bidang kebendaan atau bidang spiritual karena keduanya memiliki hubungan timbal balik yang kuat.
2.2 Definisi dan Pengertian Budaya

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaianbangunan, dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya, dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.[1]

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.[2]
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: 
Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual, dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan, dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku, dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.










BAB III
DAMPAK SERTA STUDI KASUS PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA

3.1 Dampak dari Perubahan Sosial dan Budaya
Akibat perubahan sosial dan budaya yang terjadi tidak jarang berdampak pada gejala sosial lainnya yang bisa diamati, misalnya sebagai berikut.
1. Anomie
Yaitu keadaan dimana seseorang sudah tidak mempunyai pegangan apapun dalam menjalani kehidupan. Nilai-nilai yang ada sudah mulai luntur bahkan hilang sama sekali.
2. Culture shock atau kegoncangan budaya
Kegoncangan budaya yaitu keadaan dimana seseorang atau masyarakat tidak siap menerima kebudayaan baru yang sifatnya asing yang tiba-tiba datang.
3. Culture lag atau ketertinggalan budaya
Ketertinggalan budaya adalah kondisi dimana salah satu komponen budaya tidak bisa menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan komponen budaya lainnya yang sudah mengalami perubahan terlebih dahulu.

3.2  Studi Kasus Perubahan Sosial Yang Berdampak Terhadap Budaya Di Masyarakat
Budaya manusia Indonesia khususnya yang sedang mengadu nasib di Jakarta iyalah pulang ke kampung halamannya tempat dimana dia atau orang tua nya di lahirkan. Budaya ini sudah ada di Indonesia sejak lama. Jakarta merupakan Ibu kota Indonesia yang merupakan tempat dari manusia manusia Indonesia dari berbagai daerah untuk mencari nafkah (Kerja). 
Kebiasaan orang orang daerah yang ber kerja di Ibu Kota ketika libur panjang atau Lebaran mereka akan pulang ke daerahnya masing masing dan ini telah menjadi Budaya. Bahkan perubahan sosial dan budaya terjadi pada budaya mudik (pulang kampung) ini. Kita ambil contoh saya sendiri menjadi narasumber, kampung orang tua saya berada di Indramayu. Indramayu merupakan daerah yang dekat dengan laut. Dulu jalur Indramayu menuju Cirebon banyak UMKM dan Restaurant tempat makan. Semenjak adanya Tol Cipali yang dapat memotong waktu lebih cepat untuk mencapai Cirebon, terjadi perubahan Budaya manusia yang bertempat tinggal di Indramayu, mereka yang banyak membuka restaurant dan tempat makan sederhana jadi sepi pengunjung. Bagaimana tidak ? Orang orang yang bertempat tinggal di Jakarta yang ingin pulang kampung ke Cirebon lebih memilih melintasi tol Cipali dibandingkan lewat akses biasa dari Indramayu. 
Perubahan Sosial dan Budaya ini lah yang masyarakat sekitaran Indramayu menjadi kaget dan mau tidak mau menutup rumah makan sederhananya. Bahkan Restaurant pinggir laut di Indramayu juga banyak yang tutup karena sepinya pengunjung. Berdasarkan pengamatan peneliti sepinya pengunjung karena adanya akses Tol Cipali yang mengganggu jalannya aktifitas bisnis orang orang di Indramayu. Dapat disimpullkan bahwa adanya perkembangan infrakstruktur di Indonesia juga akan ada Dampak yang ditimbulkan. Contohnya seperti kasus diatas, penduduk daerah yang mengalami perubahan sosial dan budaya yang sangat berdampak luas bagi mereka.














BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilaisikap-sikap sosial, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaianbangunan, dan karya seni.

Budaya di Indonesia ini cukup kental dengan Budaya Mudik atau pulang ke kampung halaman. Penulis mengusut kasus Perubahan Sosial dan Budaya yang benar benar terjadi di daerah Indramayu. Karena perubahan sikap manusia yang biasanya melalui jalan Indramayu untuk menuju Cirebon bahkan ke Pantura beralih ke Tol Cipali. Dampak yang terjadi sangatlah luas dimana masyarakat disana yang biasanya berdagang dan membuka usaha restaurant atau rumah makan kecil banyak yang terpaksa run out of business atau bangkrut. Sikap yang terjadi pada masyarakat disana menunjukkan sikap berkembang dan menerima perubahan sosial tersebut dengan cara lebih banyak mengambil pekerjaan bertani dan menjadi nelayan. Perkembangan infrastruktur dapat dijadikan indikator untuk perubahan sosial serta budaya.










DAFTAR PUSTAKA






KEMISKINAN SEBAGAI MASALAH SOSIAL & BUDAYA DI INDONESIA

PENDAHULUAN

        Dengan jumlah penduduk yang sangat padat  di Indonesia, membuat Indonesia banyak mengalami masalah sosial. Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. 
Martin S. Weinberg mengemukakan pengertian masalah sosial, Masalah Sosial merupakan situasi yang dinyatakan sebagai keadaan yang bertentang dengan nilai-nilai oleh warga masyarakat yang cukup penting, dimana masyarakat sepakat melakukan suatu tindakan guna mengubah situasi tersebut.

Menurut pendapat Harold A. Phelps dalam Abdulsyani (1994:183), ada 4 sumber timbulnya masalah sosial, yaitu:

1. Yang berasal dari faktor-faktor ekonomis,antara lain termasuk kemiskinan dan pengangguran.

2. Yang berasal dari faktor-faktor biologis, antara lain meliputi penyakit jasmani dan cacat.

3.Yang berasal dari faktor-faktor psikologis, seperti sakit saraf, jiwa, lemah ingatan, sukar menyesuaikan diri, dan bunuh diri.
4. Yang berasal dari faktor-faktor kebudayaan, seperti masalah-masalah umur tua, tidak punya tempat kediaman, janda perceraian, kejahatan dan kenakalan anak muda, serta perselisihan-perselisihan agama, suku dan ras. 

Pada makalah ini saya akan membahas salah satu masalah sosial yang diakibatkan oleh faktor ekonomi, yaitu kemiskinan.

Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan, dll.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang lainnya.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan di luar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.

Kemiskinan juga sangat berpengaruh terhadap lingkungan hidup yang akhirnya akan merusak lingkungan itu sendiri. Penduduk miskin yang terdesak akan mencari lahan-lahan kritis atau lahan-lahan konservasi sebagai tempat pemukiman. Lahan-lahan yang seharusnya berfungsi sebagai kawasan penyangga atau mempunyai fungsi konservasi tersebut akan kehilangan fungsi lingkungannya setelah dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman. Akibat berikutnya, maka akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan lingkungan.
 

Selain itu, penduduk miskin pun akan sulit dalam hal mencari lapangan pekerjaan, penduduk miskin tanpa mata pencaharian akan memanfaatkan lingkungan sekitar, sebagai usaha dalam memenuhi kebutuhannya tanpa mempertimbangkan kaidah-kaidah ekologis yang berlaku. Karena desakan ekonomi, banyak penduduk yang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memasuki kawasan-kawasan yang sebenarnya dilindungi, apabila tidak dicegah dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama menyebabkan kawasan lindung akan berkurang bahkan hilang sama sekali, yang berdampak pada hilangnya fungsi lingkungan (sebagai pemberi jasa lingkungan). Selain itu menyebabkan tindakan kriminal yang menyebabkan permasalahan baru dalam hal masalah sosial.
Dengan pergantian kepemimpinan pun juga tak mampu menekan jumlah masyarakat miskin. Bukannya masyarakat miskin yang terus berkurang malah isu-isu ketimpangan sosial yang justru muncul kepermukaan tak memandang itu di perkotaan maupun di pedesaan. Dewasa ini penggalakan program pemerintah dalam mengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terus dilaksanakan, dengan demikian pemberian bantuan kesetiap kecamatan berupa kucuran dana guna mendukung perencanaan masyarakat dalam pengembangan daerahnya dan juga program pemerintah berupa pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan di perkotaan. Hal ini belum mampu mengangkat masyarakat marginal dan terpinggirkan dari garis kemiskinan. Dapat pula kemiskinan di sekitar kita telah menjadi bagian dari mentalitas masyarakat sehingga setiap individu akhirnya merasa nyaman dengan hidupnya meskipun bila dilihat secara kasat mata justru kehidupan mereka di pandang tidak layak, dapat pula kemiskinan itu terbentuk dengan eksploitasi kelas sosial di atasnya.
 

Ketidakmampuan pemerintah dalam mengentaskan masalah ini di perparah dengan di terbitkannya aturan yang melarang orang miskin seperti misalnya pelarangan menggelandang, mengemis, mengamen dan pekerjaan orang miskin lainnya di tambah dengan aturan memberikan sanksi bagi orang yang memberikan sumbagan kepada orang-orang yang menjalani profesi seperti yang di sebutkan diatas. Dimana ruh dan jiwa mulia undang-undang pasal 34 mengenai orang miskin di negara ini di letakkan yang berbunyi “fakir miskin dan anak terlantar di pelihara oleh negara” Di masyarakat Indonesia jumlah rakyat miskin yang tak juga semakin rendah tentunya akan banyak di temui fenomena seperti ini. Masyarakat yang plural dan heterogoen bukan merupakan suatu dukungan yang baik untuk membantu dalam mengentaskan kemiskinan. Untuk membahas masalah kemiskinan perlu di identifikasi apa sebenarnya yang di maksud dengan miskin atau kemiskinan dan bagaimana mengukurnya. 
 

Konsep yang berbeda akan melahirkan cara pengukuran yang berbeda pula, setelah itu di cari faktor-faktor dominan baik sifatnya kultural maupun struktural yang menyebabkan kemiskinan terjadi dan yang terakhir adalah mencari solusi yang relevan dari permasalahan itu. Seperti apa yang dikemukakan Soerjono Soekanto tentang peran sosiologi dalam melihat kemiskinan yaitu sosiologi menyeidiki persoalan-persoalan umum pada masyarakat dengan maksud menemukan dan menafsirkan kenyataan-kenyataan kehidupan bermasyarakat sedangkan usaha-usaha perbaikannya merupakan bahagian dari pekerjaan sosial. 
 

Masyarakat miskin cenderung disingkirkan karena selalu dituduh sebagai penghambat pembangunan dan kemajuan. Tidak semua pembangunan fisik dan spiritual memperhatikan kepentingan masyarakat. Akibatnya, tujuan pembangunan nasional untuk menciptakan atau mencapai masyarakat adil dan makmur sesuai nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pembukaan UUD 45, hanya terwujud pada sebagian masyarakat atau kolompok yang dekat dengan pusat kekuasaan tingkat pusat sampai di pelosok-pelosok negeri. Dan paradoksnya adalah, di sana-sini, tercipta komunitas masyarakat tersisih dan tertinggal karena korban pembangunan sebagai si miskin. Menelusuri kemiskinan merupakan sesuatu yang cukup kompleks, ada beberapa catatan yang bisa menjadi acuan tentang kemiskinan terutama di Indonesia, yaitu: 
 

1. Adanya kemiskinan karena angka kelahiran yang tinggi 
Kelompok masyarakat yang tidak maju lebih sering dan cenderung disebut kaum miskin yang sarat dengan kemiskinan. Kemiskinan ini juga selalu mengalami pertumbuhan dengan pesat atau bertambah banyak jumlahnya terutama karena angka kelahiran yang tingi. Angka kelahiran kaum miskin di negara-negara dunia ketiga termasuk pada wilayah-wilayah tertentu di Indonesia yang tinggi, pada konteks tertentu, tidak seimbang dengan tingkat kematian. Pertumbuhan kemiskinan yang sangat pesat ini terjadi hampir semua lokasi atau tempat mereka berada. Dengan demikian, pada  umumnya mereka k hampir tidak mempunyai apa-apa selain anak; karena mereka tidak banyak berbuat apa-apa, selain prokreasi dan reproduksi.
 
 

2. Mereka tetap miskin karena menutup diri dari pengaruh luar 
Tatanan serta keteraturan suatu komunitas masyarakat di suatu daerah merupakan warisan secara turun-temurun. Dan jika komunitas itu mempunyai kontak dengan yang lain, maka akan terjadi saling meniru kemudian masing-masing mengembangkan hasil tiruan itu sesuai dengan situasi dan kondisinya. Dengan itu, dapat dipahami bahwa hubungan sosial antar manusia, dan antar masyarakat bersifat mempengaruhi satu sama lain. Namun, tidak menutup kemungkinan, walau terjadi interaksi, ada kelompok atau komunitas yang tidak mengembangkan diri, sehingga tetap berada pola-pola hidup dan kehidupan statis. Akibatnya, mereka tidak mengalami kemajuan yang berarti sehingga mereka tetap dalam keberadaanya yaitu kemiskinan.
 
 

3. Mereka tercipta karena korban ketidakadilan para pengusaha 
Kemajuan sebagian masyarakat global termasuk Indonesia yang mencapai era teknologi dan industri ternyata tidak bisa menjadi gerbong penarik untuk menarik sesamanya agar mencapai kesetaraan. Para pengusaha teknologi dan industri tetap membutuhkan kaum miskin yang pendidikannya terbatas untuk dipekerjakan sebagai buruh. Dan dengan itu, karena alasan kurang pendidikan, mereka dibayar di bawah standar atau sangat rendah, serta umumnya, tanpa tunjangan kesehatan, transportasi, uang makan, dan lain sebagianya.
 

Para buruh tersebut harus menerima keadaan itu karena membutuhkan nasi dan pakaian untuk bertahan hidup. Akibatnya, menjadikan mereka tidak mampu meningkatkan kualitas hidupnya. Secara langsung, mereka telah menjadi korban ketidakadilan para pengusaha konglomerat hitam yang  sekaligus sebagai penindas sesama manusia dan pencipta langgengnya kemiskinan. Para buruh laki-laki dan perempuan harus menderita karena bekerja selama 12 jam per hari bahkan lebih, walau upahnya tak memadai. Kondisi buruk yang dialami oleh para buruh tersebut juga membuat dirinya semakin terpuruk di tengah lingkungan sosial kemajuan di sekitarnya terutama para buruh migran pada wilayah metropolitan.
 

Sistem kerja yang hanya mengutamakan keuntungan majikan, telah memaksa para buruh untuk bekerja demikian keras. Sehingga kehidupan yang standar, wajar dan normal, yang seharusnya dialami oleh para buruh, tidak lagi dinikmati oleh mereka. Fisik dan mental para buruh yang giat bekerja tetapi tetap miskin, telah dipaksa menjadi bagian dari instrumen mekanis. Mereka dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan irama, kecepatan dan ritme mesin-mesin pabrik dan ritme bising mesin otomotif; mesin-mesin itu, memberikan perubahan dan keuntungan pada pemiliknya, namun sang buruh tetap berada pada kondisi kemiskinan. Dengan tuntutan itu, mereka tak memiliki kebebasan, kecuali hanya untuk melakukan aktivitas pokok makhluk hidup [makan, minum, tidur], di sekitar mesin-mesin yang menjadi tanggungjawabnya. 
 

4.Mereka tetap ada karena adanya pembiaran-pembiaran yang dilakukan oleh penguasa dan pengusaha. Situasi dan kondisi kehidupan komunitas masyarakat [mereka yang tersisih dan tertinggal] miskin diperparah lagi dengan tanpa kesempatan memperoleh pendidikan, tingkat kesehatan rendah, serta berbagai keterbatasan dan ketidakmampuan lainnya. Mereka ada di mana-mana, pada daerah terpencil, di tepi-tepi pantai, pinggiran kali dan rel kereta api, bahkan wilayah-wilayah atau daerah-daerah kumuh di perkotaan. Kompleksitas masyarakat miskin seperti itu, sengaja dibiarkan begitu saja oleh para penguasa dan pengusaha agar tetap terjadi suatu ketergantungan. Jika ada bencana alam, mereka dibutuhkan agar bisa melakukan charity advertenrial, atau tindakan bantuan sosial yang mengandung nilai iklan bahwa sang pemberi bantuan sebagai orang baik hati serta mempunyai kepedulian kepada kaum miskin [misalnya, jika terjadi bencana [tsunami, banjir, gempa bumi, tanah longsor, kebakaran].Perhatian kepada kaum miskin yang hanya berupa charity advertenrial ini, bisa dan biasa dilakukan oleh pejabat, penguasa, tokoh agama, politik, artis, dan lain sebagainya. Dengan itu menghasilkan kaum miskin yang tetap menengadah tangan untuk meminta belaskasihan akibat penderitaannya. Mereka memeriksa kesehatan jika ada bhakti sosial kesehatan; makan dengan nilai gizi baik karena ada bantuan serta droping pangan, dan seterusnya.
 

Mereka dihitung, jika tiba saat membutuhkan dukungan suara agar menjadi pemimpin daerah ataupun anggota legislatif. Mereka diperlukan, jika ingin melakukan demonstrasi [plus kerusuhan] melawan pemerintah. Bahkan, jumlah mereka dikurangi karena salah satu ukuran keberhasilan pemerintah adalah berkurangnya masyarakat atau orang miskin. Ataupun, jumlah mereka ditambah karena dipakai oleh kaum oposan [kaum oposisi yang dimaksud adalah orang-orang di luar lingkaran pemerintah] sebagai salah satu tolok ukur ketidakberhasilan serta ketidakbecusan pemerintah mengelola negara. 

Sementara itu, andil penguasa wilayah dan nasional [yang sering berkonspirasi dengan pengusaha hitam] untuk meningkatkan pertumbuhan masyarakat miskin pun cukup besar. Berbagai rekayasa jahat, pengusaha [konglomerat hitam] memakai tangan-tangan kotor penguasa untuk membebaskan lahan [dengan alasan pembangunan fasilitas umum] dengan nilai harga di bawah standar. Lahan atau persil dengan mudah berpindah kepemilikan [kepada para penguasa hitam dan jahat], karena pemiliknya [biasanya mereka adalah penduduk asli yang kurang pendidikan] tergiur sejumlah rupiah. Namun, karena ketidakmampuan memanagekeuangan, dalam tempo tidak terlalu lama mereka menjadi kaum miskin baru [walau sesaat yang lalu mereka adalah orang kaya baru karena menjual tanah].
 

Seringkali penguasa dengan slogan politis memerangi kemiskinan, maka siapapun yang mengganggu stabilitas sosial, ekonomi, politik dan keamanan serta pembangunan [akan] dianggap sebagai musuh. Karena itu banyak tanah milik komunitas suku bangsa yang tiba-tiba diperlukan area perkebunan, bandara, lapangan golf, pabrik, dan lain-lain. Ketika mereka [pemilik tanah] mempertahankan kepemilikannya, mereka dianggap sebagai penghambat pembangunan. Demikian juga, penyingkiran terhadap masyarakat, jika wilayah atau di alam bumi pada lokasi tempat tinggal mereka mengandung mineral atau barang tambang lainnya. Banyak masyarakat yang bermukim di tempat yang dianggap salah karena desanya lebih menguntungkan untuk dibangun waduk raksasa. Demikian pula ada masyarakat yang tiba-tiba harus menerima nasib untuk dipindahkan dari wilayah permukimannya, karena tanah mereka lebih cocok untuk proyek [mercu suar] pembangunan, serta tempat latihan perang. Dan tidak sedikit masyarakat kota tadinya berkecukupan tersingkir ke wilayah pinggiran dengan kemiskinan. Bahkan tidak sedikit yang akhirnya menjadi kaum urban yang mengemis serta mengais-ngais sampah di metropolitan untuk mempertahankan hidupnya.
Di sini, jelas bahwa adanya kaum miskin bukan semata-mata karena sebagai paradoks pembangunan, tetapi juga karena pembiaran-pembiaran pengusaha dan penguasa terhadap keberadaan mereka agar sewaktu-waktu dapat dipakai atau difungsikan sebagai salah satu alat untuk mencapai kedudukan, ketenaran, kekuasaan, serta rencana kejahatan yang tersembunyi.
 
 

5. Mereka menjadi miskin karena manajemen keluarga yang buruk 
Pada umumnya, pada masyarakat [kota dan desa] ada orang-orang yang dikategorikan sebagai orang kaya. Dalam arti mereka mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan lainnya. Pada masyarakat desa, kelebihan mereka yang disebut orang kaya antara lain mempunyai beberapa persil tanah, lebih dari satu bidang sawah serta ladang, memiliki puluhan atau ratusan ekor ternak, bahkan mempunyai lebih dari satu isteri. Sedangkan pada masyarakat perkotaan, mereka mempunyai lebih dari satu rumah dan mobil, tabungan dan deposito, pekerjaan yang mapan, dan lain-lain.
 
Walau mungkin tidak bisa menjadi acuan, penilaian tentang ciri-ciri orang kaya seperti itu, sudah menjadi pandangan umum dalam masyarakat. Namun, sejalan dengan perubahan waktu, keturunan [pada umumnya generasi ketiga dan keempat] orang-orang yang tadinya kaya tersebut ternyata menjadi miskin. Masyarakat atau orang lain yang mengenalnya hanya bisa bercerita dan mengenang orang tua atau kakek dan nenek mereka yang kaya raya.
 


Hal tersebut terjadi karena keluarga-keluarga kaya itu salah memanage keuangan ataupun harta bendanya. Bisa saja terjadi, anak-anak orang kaya [karena mengandalkan kekayaannya] tidak mau menata diri dengan pendidikan yang baik, akibatnya mereka menjadi orang kaya yang bodoh. Dalam sikon kebodohan itu, mereka tidak mampu mengelola hartanya dengan baik dan benar. Mereka hanya bisa menjual harta benda untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan. Akibatnya dalam kurun waktu tertentu harta benda mereka habis, sehingga lambat laun mereka menjadi miskin.
Jadi, sangat jelas bahwa tidak ada seorang pun yang diciptakan TUHAN [ini jika kita mengakui bahwa manusia diciptakan TUHAN Allah, bukan karena proses evolusi] dalam keadaan melarat atau bergelimang dengan kemiskinan. Dan dengan itu, [menurut saya] juga tidak ada seorang pun bercita-cita atau berkeinginan untuk menikmati hidup dan kehidupan penuh kemiskinan. Akan tetapi, dalam kenyataanya, kemiskinan itu ada di sekitar komunitas serta terdapat pada banyak tempat. Kemiskinan ada di mana-mana, ia tidak mengenal ras maupun budaya.
 
Secara sosiologis dan teologis, kemiskinan muncul karena kompleksitas carut marut sikap manusia terhadap sesamanya; muncul karena diciptakan oleh manusia; berkembang seiring dengan pertumbuhan masyarakat; akibat tindakan kriminal [kejahatan dan semua bentuk-bentuknya] terhadap sesama manusia; semakin berkembang akibat peperangan [antar bangsa, suku, komunitas agama], genocide, sentimen agama, tekanan politik, penindasan fisik serta psikologis terhadap orang lain. Juga, kemiskinan bisa ada karena perencanaan terstruktur suatu kelompok masyarakat tertentu [yang lebih kuat, mayoritas] kepada yang lain. Dengan demikian, orang kaya dan orang miskin, kemiskinan dan kekayaan, bagaikan dua sisi mata uang; tetapi sekaligus terdapat jurang pemisah dan saling tidak peduli satu sama lain.
 

Dengan demikian, dampak dari kemiskinan menyangkut semua aspek hidup dan kehidupan [yang utuh] seseorang, sekaligus menembus lingkungan tatanan sosial masyarakat dan bangsa. 
Memang, pada satu sisi, di beberapa tempat [karena alasan-alasan keagamaan dan budaya], ada kaum miskin yang nrimo keadaannya karena bersifat fatalistik atau terima nasib semuanya itu sebagai kehendak ilahi; Sang Ilahi lah yang menghendaki mereka miskin serta bergelut dengan kemiskinan; bagi mereka kemiskinan serta sikon serba kekurangan adalah cobaan Tuhan. Akan tetapi, di sisi lain, kemiskinan berdampak pada berbagai ketidakmampuan, sehingga kaum miskin syarat dengan hal-hal  berikut:
 

A. gizi buruk, tingkat kesehatan rendah, mudah terjangkit bermacam-macam penyakit, terutama penyakit kulit seperti kudis, panu, kusta, dan lain-lain. 
B. tingkat pendidikan rendah atau hanya mencapai sekolah dasar, bahkan ada yang sama sekali tidak bersekolah.
 
C. kecenderungan berperilaku anti sosial dan kemapanan, agresif-impulsif, seks bebas, penyalahgunaan berbagai zat dan obat terlarang.
 
D. mempunyai rentan untuk diajak melakukan berbagai tindakan kriminal, kekerasan sosial, demontrasi [dengan imbalan sejumlah uang].
 
E. membangun tempat tinggal di pinggir rel kereta api, bantaran sungai, kolong jembatan, sekitar tempat pembuangan sampah, serta di tempat kumuh.
 
F. menjadi kaum urban di kota-kota yang relatif lebih maju; kemudian menjadi kaum miskin kota yang bertahan hidup dengan mengemis.
 
G. mudah menelantarkan anggota keluarga [terutama anak-anak]; anak-anak dari orang tua yang miskin, cenderung bersikap kasar kepada anak-anaknya; untuk menghindar perlakuan buruk itu, anak-anak tersebut bergerombol di perapatan jalan, pasar, pusat pertokoan, terminal bus dan tempat keramaian lainnya yang memungkinkan mereka mendapatkan uang.
 
H. berkerja serabutan untuk sekedar mendapat makanan agar bertahan hidup; bahkan menjadi pelacur [perempuan] dan gigolo [laki-laki].
 

Maka seluruh umat manusia [keseluruhan masyarakat] juga bertanggung jawab untuk memerangi dan mengentaskan kemiskinan. Upaya mengentaskan kemiskinan tidak bisa dilepaskan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat ataupun pemerintah, karena merupakan masalah bersama dan membutuhkan penanganan yang holistik. Oleh sebab itu, perlu suatu etikad baik [yang berlandaskan kasih dan keadilan, sesuai yang diajarkan dalam agama-agama] pada diri semua orang bahwa dirinya ikut bertanggungjawab secara langsung maupun tidak agar sesamanya bebas dari kemiskinan.
Ini merupakan tugas dan panggilan ilahi kepada semua umat manusia; sekaligus mempunyai nilai luhur serta mulia yang mengkesampingkan egoistik serta kepentingan diri sendiri. Pada masa ini, sesuai dengan konteks kekinian, hidup dan kehidupan manusia setiap hari merupakan suatu interaksi saling kait-mengait satu sama lain. Suatu perubahan pada seseorang [sekecil apapun] akan berdampak pada yang lain. Dengan itu, jika sikon kaum miskin berubah jadi sejahtera, maka orang-orang di sekitarnya pun bisa merasakan dampaknya. Sebaliknya, jika masyarakat mampu, mempunyai etikad baik untuk memerangi kemiskinan, maka dampaknya akan dirasakan oleh orang-orang miskin. Jadi, semuanya terkena dampak langsung maupun tidak, dari proses pengentasan kemiskinan. Sehingga penanganannya pun ditampilkan sebagai perencanaan [dan dilakukan] secara menyeluruh.
 
 

Dengan itu, perlu ada orang-orang yang setia dan tekun serta masih mempunyai harapan ideal untuk membebaskan masyarakat dari kemiskinan. Oleh sebab itu, bukan hanya keterliatan masyarakat, tetapi juga perlu adanya good governance, yang jujur, bebas dari korupsi, adil, demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas, dan mendorong adanya kepastian hukum, sehingga mendatangkan [membuka peluang] untuk partisipasi masyarakat dalam menangani kaum miskin.

Manusia dan Peradaban

BAB I
PENDAHULUAN

1.1      Pengertian Adab dan Peradaban
Istilah peradaban dalam bahasa inggris disebut civili-zation. Peradaban asal kata adab artinya akhlak, kesopanan, atau kehalusan budi pekerti.
Peradaban=berkata dengan konsep nilai moral, etika, estetika di masyarakat dipakai untuk menyebut bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah misalnya: kesenian, ilmu pengetahuan, adat, sopan santun, pergaulan, kepandaian menulis. Organisasi kenegaraan atau sistem teknologi, seni bangunan.
Istilah peradaban sering dipakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian kita terhadap perkembangan kebudayaan. Pada waktu perkembangna kebudayaan mencapai puncaknya berwujud unsur-unsur budaya yang bersifat halus, indah, tinggi, sopan, luhur dan sebagainya, maka masyarakat pemilik kebudayaan tersebut dikatakan telah memiliki peradaban yang tinggi.
Dengan batasan-batasan pengertian diatas maka istilah peradaban sering dipakai untuk hasi-hasil kebudayaan seperti: kesenian, ilmu pengetahuan, dan teknologi, adat sopan santun serta pergaulan. Selain itu juga kepandaian menulis, organisasi bernegara serta masyarakat kota yang maju dan kompleks.
Huntington mendefinisikan peradaban sebagai the highest social grouping of people and the broadest level of cultural identity people have short of that which distinguish humans from other species.
Menurut Damono sebagaimana dikutip oleh Oman Sukmana, kata “adab” berasal dari bahasa Arab yang berarti akhlak atau kesopanan dan kehalusan budi pekerti.
Adab erat hubungannya dengan:
·         Moral yaitu nilai – nilai dalam masyarakat yang hubungannya dengan kesusilaan
·         Norma yaitu aturan, ukuran atau pedoman yang dipergunakan dalam menentukan sesuatu yang baik atau salah.
·         Etika yaitu nilai-nilai dan norma moral tentang apa yang baik dan buruk yang menjadi pegangan dalam mengatur tingkah laku manusia.
·         Estetika yaitu berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam keindahan, kesatuan, keselarasan dan kebalikan.
Menurut Fairchild sebagaimana yang dikutip oleh Oman Sukmana, “peradaban” adalah perkembangan kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu yang diperoleh manusia pendukungnya.
Menurut Bierens De Hans “peradaban” adalah seluruh kehidupan sosial, ekonomi, politik dan teknik. Jadi, peradaban adalah bidang kehidupan untuk  kegunaan yang praktis, sedangkan kebudayaan adalah sesuatu yang berasal dari hasrat dan gairah yang lebih murni diatas tujuan yang praktis hubungannya dengan masyarakat.
Menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat “peradaban” adalah bagian-bagian kebudayaan yang halus dan indah seperti kesenian. Dengan demikian “peradaban” adalah tahapan tertentu dari kebudayaan masyarakat tertentu pula, yang telah mencapai kebudayaan tertentu pula, yang telah mencapai kemajuan tertentu yang dicirikan oleh tingkat ilmu pngetahuan, teknologi dan seni yang telah maju. Masyarakat tersebut dapat dikatakan telah mengalami proses perubahan sosial yang berarti, sehingga taraf kehidupannya makin kompleks.
Ibnu Khaldun (1332-1406 M) melihat peradaban sebagai organisasi sosial manusia, kelanjutan dari proses tamaddun (semacam urbanisasi), lewat ashabiyah (group feeling), merupakan keseluruhan kompleksitas produk pikiran kelompok manusia yang mengatasi Negara, ras, suku, atau agama, yang membedakannya dari yang lain, tetapi tidak menelitik dengan sendirinya.
Pendekatan terhadap peradaban bisa dilakukan dengan menggunakan organisasi sosial, kebudayaan, cara berkehidupan yang sudah maju, termasuk sistem IPTEK dan pemerintahnya.
Tinggi rendahnya peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor:
1.      Pendidikan
2.      Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Sedangkan Wujud Peradaban Moral adalah:
1.      Nilai-nilai dalam masyarakat dalam hubungannya dengan kesusilaan.
2.      Norma: aturan, ukuran, atau pedoman yang dipergunakan dalam menentukan sesuatu benar atau salah, baik atau buruk.
3.      Etika: nilai-nilai dan norma moral tentang apa yang baik dan buruk yang menjadi pegangan dalam mengatur tingkah laku manusia. Bisa juga diartikan sebagai etiket, sopan santun.
4.      Estetika: berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam keindahan, mencakup kesatuan (unity), keselarasan (balance), dan kebalikan (contrast).
Evolusi Budaya dan tahapan Peradaban Newel Le Roy Sims (H P Fairchild: 1964: 41) menyatakan Civilization is the cultural development, the distinctly human attributes and attain-ments of a particular society. In a ordinary usage, the term imolies a fairly high stage on the culture evolutionary scale .Reference is made to ‘civilized peoples’. More civilized usage would refer to more highly and less highly civilized peoples, the refer to more highly and less highly civilized peoples, the determinative characteristics being intellectual, aesthetic, technological, and spiritual attainments.
            Sedangkan menurut The Third Wave Alvin Tofler (1981: 10-14) gelombang pertama sebagai tahap peradaban pertanian, dimana dimulai kehidupan baru dari budaya meramu ke bercocok tanam. (revolusi agraris) gelombang kedua sebagai tahap peradaban industri penemuan mesin uap, energy listrik, mesin untuk mobil dan pesawat terbang. (revolusi industri).
            Gelombang ketiga sebagai tahap peradaban informasi. Penemuan TI dan komunikasi dengan computer atau alat komunikasi digital.






BAB II

PEMBAHASAN



2.1.      Pengertian Manusia sebagai Makhluk Beradab dan Masyarakat Adab
Untuk menjadi makhluk yang beradab, manusia senantiasa harus menjunjung tinggi aturan-aturan, norma-norma, adat-istiadat, ugeran dan wejangan atau nilai-nilai kehidupan yang ada di masyarakat yang diwujudkan dengan menaati berbagai pranata sosial atau aturan sosial, sehingga dalam kehidupan di masyarakat itu akan tercipta ketenangan, kenyamanan, ketentraman dan kedamaian. Dan inilah sesungguhnya makna hakiki sebagai manusia beradab.
Konsep masyarakat adab dalam pengertian yang lain adalah suatu kombinasi yang ideal antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Dalam suatu masyarakat yang adil, setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya dianggap  paling cocok bagi setiap orang tersebut, yang tentunya perlu adanya keselarasan dan keharmonisan. Namun demikian keinginan manusia untuk mewujudkan keinginannya atau haknya sebagai salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan hidup, tidak boleh dilakukan secara berlebihan bahkan merugikan manusia lain. Manusia dalam menggunakan hak untuk memenuhi kepentingan pribadinya tidak boleh melampaui batas atau merugikan kepentingan orang lain. Sebagai suatu anggota masyarakat yang beradab manusia harus bisa menciptakan adanya keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Jadi, perlu adanya suatu kombinasi yang ideal antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.

2.2.     Hubungan Manusia dan Peradaban
Manusia dan peradaban adalah hal yang tidak bisa terpisahkan karena manusia itu memiliki cipta, rasa dan karsa. Cipta, rasa dan karsa itu akan menimbulkan perkembangan pengetahuan yang berasal dari suatu budaya. Nah, dari hal itulah kebudayaan akan mengalami kemajuan sehingga dikatakan sebagai peradaban. Contoh : zaman dahulu, manusia menanam karet dan hanya menunggu hasil berdasarkan kemampuan alam untuk memproduksi. Tetapi sekarang tidak lagi karena ada perkembangan seperti pupuk, dan itu akan menumbuhkan karet dengan cepat.

2.3     Problematika Peradaban
Arus informasi yang berkembang cepat menumbuhkan cakrawala pandangan manusia makin terbuka luas. Teknlogi yang sebenarnya merupakan alat bantu/ekstensi kemampuan diri manusia, dewasa ini telah menjadi sebuah kekuatan otonom yang justru ‘membelenggu’ perilaku dan gaya hidup kita sendiri. Dengan daya pengaruhnya yang sangat besar, karena ditopang pula dengan sistem-sistem sosial yang kuat dan dalam kecepatan yang makin tinggi, teknologi telah menjadi pengaruh hidup manusia. Masyarakat yang rendah kemampuan teknologinya cenderung tergantung dan hanya mampu bereaksi terhadap dampak yang ditimbulkan oleh kecanggihan teknologi.
            Dampak Globalisasi Terhadap  Peradaban Manusia Akibat globalisasi diantaranya masyarakat mengalami anomia tau tidak punya norma atau heteronomy/banyak norma, sehingga terjadi kompromisme sosial terhadap hal-hal yang sebelumnya dianggap melanggar norma tunggal masyarakat.
            Selain itu juga terjadinya disorientasi atau alienasi, keterasingan pada diri sendiri atau pada perilaku sendiri, akibat pertemuan budaya-budaya yang tidak sepenuhnya terintegrasi dalam kepribadian kita.
5.      Peradaban dan Perubahan Sosial
Perubahan sosial merupakan gejala yang melekat disetiap masyarakat, Merujuk pada atu pengertian yang intinya, perubahan social adalah perubahan yang terjadi dalam masyararakat atau hubungan interaksi, yang meliputi aspek kehidupan.
            Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yangterjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.
            Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan. Ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi perubahan social:
1.      Tekanan kerja dalam masyarakat.
2.      Keefektifan komunikasi
3.      Perubahan lingkungan alam
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.




PENUTUP

3.1.    Kesimpulan

Kata “adab” berasal dari bahasa Arab yang berarti akhlak atau kesopanan dan kehalusan budi pekerti. Peradaban adalah tahapan tertentu dari kebudayaan masyarakat tertentu pula, yang telah mencapai kebudayaan tertentu pula, yang telah mencapai kemajuan tertentu yang dicirikan oleh tingkat ilmu pngetahuan, teknologi dan seni yang telah maju.




PROPOSAL USAHA “ MINUMAN BOBA TEA UNYU - UNYU”

PROPOSAL USAHA “ MINUMAN BOBA TEA UNYU – UNYU ” DISUSUN  OLEH : 1.  RIZKA HAMIDATUN NISA ( 56416548 ) 2.  ANDI GILANG FAJA...