REAL ANDI.G: March 2017

Thursday, March 23, 2017

ORIENTASI NILAI BUDAYA



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan sesamanya. Menurut penelitian Manusia hidup  telah mendiami bumi ini berjuta juta tahun yang lalu, selama berjuta juta tahun yang lalu itulah manusia berinteraksi dengan sesama dan mulailah terbentuk kebudayaan kebudayaan dalam ruang lingkup manusia tersebut. Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Dan kebudayaan Manusia Indonesia haruslah diperhatikan dan dimengerti
            Terkait dengan pemaparan diatas maka pemakalah akan membahas tentang bagaimana manusia dalam menentukan orientasi nilai budaya itu sendiri yang dimana didalamnya akan membahasa adat istiadat, norma dan hukum dalam kebudayaan. Dengan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

B.     Rumusan Masalah
1.    Bagaimana gambaran norma dan hukum dalam kebudayaan ?
2.    Bagaimana orientasi nilai budaya dalam masyarakat ?
3.  Bagaimana orientasi nilai budaya dapat menjadikan Indonesia lebih baik ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. GAMBARAN NORMA DAN HUKUM DALAM KEBUDAYAAN
a.       Tingkat nilai budaya
            Pada tingkat nilai budaya ini merupakan lapisan yang paling abstrak dan luas ruang lingkupnya. Tingkat ini adalah ide-ide yang mengkonsepsikan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat. Konsepsi-konsepsi serupa itu biasanya luas dan kabur; tetapi walaupun demikian, justru karena kabur dan tidak rasional, biasanya berakar dalam bagian emosional dari alam jiwa manusia. Tingkat ini dapat kita sebut sistem nilai-budaya.


b.      Tingkat norma-norma
            Norma-norma itu adalah nilai-nilai budaya yang sudah terkait kepada peranan-peranan tertentu dari manusia dalam masyarakat. Peranan manusia dalam kehidupannya adalah banyak dan manusia sering berobah peranan dari saat ke saat, dari hari ke hari. Pada suatu saat ia berperanan sebagai orang atasan, saat kemudian berperanan sebagai orang bawahan, pada suatu hari ia berperanan sebagai guru, pada hari lain ia adalah pemimpin partai politik. Tiap peranan membawakan baginya sejumlah norma yang menjadi pedoman bagi kelakuannya dalam hal memainkan peranannya yang bersangkutan. Jumlah norma dalam suatu kebudayaan lebih banyak daripada jumlah nilai-budayanya.

c.       Tingkat hukum
 Hukum sudah jelas mengenai bermacam-macam sektor hidup yang sudah terang batas-batas ruang-lingkupnya. Jumlah undang-undang hukum dalam suatu masyarakat sudah jauh lebih banyak daripada jumlah norma yang menjadi pedomannya.

d.      Tingkat aturan khusus.
Aturan-aturan khusus yang mengatur aktivitas-aktivitas yang amat jelas dan terbatas ruang-lingkupnya dalam kehidupan masyarakat. Itulah sebabnya aturan-aturan khusus ini amat konkret sifatnya dan banyak di antaranya terkait dalam sistem hukum. Contohnya adalah peraturan lalu-lintas. Contoh dari aturan khusus yang tidak tersangkut ke dalam sistem hukum adalah misalnya aturan sopan-santun.

B.   Orientasi Nilai Budaya dalam Masyarakat
Kluckhohn   dalam   Pelly   (1994)   mengemukakan   bahwa   nilai   budaya merupakan  sebuah  konsep  ruang lingkup  luas  yang  hidup  dalam  alam  fikiran sebahagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup. Rangkaian konsep itu satu sama lain saling berkaitan dan merupakan sebuah sistem nilai – nilai budaya.
Secara  fungsional  sistem  nilai  ini  mendorong  individu  untuk  berperilaku seperti  apa  yang  ditentukan.  Mereka  percaya,  bahwa  hanya  dengan  berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl, dalam Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat erat secara emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah sistem nilai manusia tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai–nilai tersebut merupakan  wujud  ideal  dari  lingkungan  sosialnya.  Dapat  pula  dikatakan  bahwa sistem   nilai   budaya   suatu   masyarakat   merupakan   wujud   konsepsional   dari kebudayaan mereka, yang seolah – olah berada diluar dan di atas para individu warga masyarakat itu.
Ada lima masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok tersebut adalah: (1) masalah hakekat hidup, (2) hakekat kerja atau karya manusia, (3) hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4) hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, dan (5) hakekat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya.
Berbagai   kebudayaan   mengkonsepsikan   masalah   universal   ini   dengan berbagai  variasi  yang  berbeda  –  beda.  Seperti  masalah  pertama,  yaitu  mengenai hakekat hidup manusia. Dalam banyak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya, menganggap hidup itu buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu pola kehidupan masyarakatnya berusaha untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan   nirwana,   dan   mengenyampingkan   segala   tindakan   yang   dapat menambah rangkaian hidup kembali (samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan  seperti  ini  sangat  mempengaruhi  wawasan  dan  makna  kehidupan  itu secara keseluruhan. Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu konsep – konsep kebudayaan yang berbeda ini berpengaruh pula pada sikap dan wawasan mereka.
Masalah kedua mengenai hakekat kerja atau karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan yang memandang bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan hidup (survive) semata. Kelompok ini kurang tertarik kepada kerja keras. Akan tetapi ada juga yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun, ada yang berpendapat bahwa kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini berorientasi kepada prestasi bukan kepada status.
Masalah ketiga mengenai orientasi manusia terhadap waktu. Ada budaya yang memandang penting masa lampau, tetapi ada yang melihat masa kini sebagai focus usaha dalam perjuangannya. Sebaliknya ada yang jauh melihat kedepan. Pandangan yang berbeda dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan hidup masyarakatnya.
Masalah keempat berkaitan dengan kedudukan fungsional manusia terhadap alam. Ada yang percaya bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada yang menganggap alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai manusia. Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan dengan alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakatnya.
Masalah kelima menyangkut hubungan antar manusia. Dalam banyak kebudayaan hubungan ini tampak dalam bentuk orientasi berfikir, cara bermusyawarah, mengambil keputusan dan bertindak. Kebudayaan yang menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar individu, cenderung untuk mementingkan hak azasi, kemerdekaan dan kemandirian seperti terlihat dalam masyarakat – masyarakat eligaterian. Sebaliknya kebudayaan yang menekankan hubungan vertical cenderung untuk mengembangkan orientasi keatas (kepada senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini banyak terdapat dalam masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan ini sangat mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya.
Inti permasalahan disini seperti yang dikemukakan oleh Manan dalam Pelly (1994) adalah siapa yang harus mengambil keputusan. Sebaiknya dalam system hubungan vertical keputusan dibuat oleh atasan (senior) untuk semua orang. Tetapi dalam  masyarakat  yang  mementingkan  kemandirian  individual,  maka  keputusan dibuat dan diarahkan kepada masing – masing individu.
Pola orientasi nilai budaya yang hitam putih tersebut di atas merupakan pola yang ideal untuk masing – masing pihak. Dalam kenyataannya terdapat nuansa atau variasi  antara  kedua  pola  yang  ekstrim  itu  yang  dapat  disebut  sebagai  pola transisional.

C. MENJADIKAN INDONESIA LEBIH BAIK MELALUI BUDAYA

Pada pembahasan sebelumnya kita telah membahas lima masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok tersebut adalah: (1) masalah hakekat hidup, (2) hakekat kerja atau karya manusia, (3) hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4) hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, dan (5) hakekat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya. Dalam memahami konsep norma norma, hukum, hakekat hubungan manusia dengan sesamanya, kita dapat menerapkan konsep pemikiran yang lebih kritis, sikap saling menghargai dan juga sikap orientasi kedepan. Indonesia akan lebih baik jika kita sebagai bangsanya memiliki pemikiran yang telah dipaparkan tadi dan memecahkan masalah kebudayaan.
Hubungan Manusia dan Budaya


          Secara sederhana hubungan antara manusia dan kebudayaan adalah : manusia sebagai perilaku kebudayaan, dan kebudayaan merupakan obyek yang dilaksanakan manusia. Tetapi apakah sesederhana itu hubungan keduanya ?



           Dalani sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, clan setclah kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai dcngannya. Tampak baliwa keduanya akhimya merupakan satu kesatuan. Contoh sederhana yang dapat kita lihat adalah hubungan antara manusia dengan peraturan - peraturan


            kemasyarakatan. Pada saat awalnya peraturan itu dibuat oleh manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia yang membuatnya hams patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang membuatnya.

Dart sisi lain, hubungan antara manusia dan kebudayaan ini dapat dipandang setara dengan hubungan antara manusia dengan masyarakat dinyatakan sebagai dialektis, maksudnya saling terkait satu sama lain. Proses dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu :



1.Ekstemalisasi, yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Melalui ekstemalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia

2. Obyektivasi, yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan yang terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia. Dengan demikian masyarakat dengan segala pranata sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk perilaku manusia.

3. Intemalisasi, yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa manusia mempelajari kembali masyarakamya sendiri agar dia dapat hidup dengan .baik, sehingga manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat.



Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia, dia akan menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam terjemahan M.Sastrapratedja, 1991; hal : xv)

Manusia dan kebudayaan, atau manusia dan masyarakat, oleh karena itu mempunyai hubungan keterkaitan yang erat satu sama lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak dapat lagi membedakan mana yang lebih awal muncul manusia atau kebudayaan. Analisa terhadap keberadaan keduanya hams menyertakan pembatasan masalah dan waktu agar penganalisaan dapat dilakukan dengan lebih cermat.

PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
            Memahami sikap orientasi budaya akan menjadikan Indonesia ini lebih baik, sikap sistem ide dan gagasan yang kritis tentunya akan mempengaruhi kebaikan bangsa tersebut
Sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat erat secara emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan hidup yang diperjuangkan

PROPOSAL USAHA “ MINUMAN BOBA TEA UNYU - UNYU”

PROPOSAL USAHA “ MINUMAN BOBA TEA UNYU – UNYU ” DISUSUN  OLEH : 1.  RIZKA HAMIDATUN NISA ( 56416548 ) 2.  ANDI GILANG FAJA...